Kamis, 08 Mei 2014

Deregulasi Perbankan Indonesia

Perbankan sangat marak di Indonesia. Semakin berkembangnya jaman, semakin berkembang juga perkembangannya. Di sela-sela kemajuan perbankan, kita akan mengenang bahkan mengerti bagaimana mulainya sampai pasang surutnya perbankan di Indonesia. Deregulasi perbankan sudah digulirkan sejak lama. Kesan bongkar pasang itu tak terhindarkan. Bahkan, dari dampak yang kini terasa yaitu goyahnya sejumlah bank swasta, sangat terasa bahwa aturan-aturan perbankan Indonesia memang tak didasari pengalaman negara-negara lain yang sudah lebih lama mengatur soal-soal bank. Sehingga dibuatlah cara-cara untuk memajukan perbankan di Indonesia. Dibawah ini merupakan paket / kebijakan yang dibuat pemerintah untuk menderegulasikan perbankan di Indonesia :

   1. Deregulasi perbankan yang dikeluarkan pada 1 Juni 1983 mencatat beberapa hal. Di antaranya: memberikan keleluasaan kepada bank-bank untuk menentukan suku bunga deposito. Kebijakan tersebut bertujuan agar perbankan sebanyak mungkin membiayai pemberian kreditnya dengan dana simpangan masyarakat dan mengurangi ketergantungan bank-bank pada KLBI. Kemudian dihapusnya campur tangan Bank Indonesia terhadap penyaluran kredit. Pakjun 1983 belum mengatur perubahan kebijakan kelembagaan dan dorongan perbankan untuk menciptakan produk-produk jasa perbankan baru maupun meningkatkan efisiensi dalam operasi bank. Deregulasi ini juga yang pertama memperkenalkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Berharga Pasar Uang (SBPU). Aturan ini dimaksudkan untuk merangsang minat berusaha di bidang perbankan Indonesia di masa mendatang.
   2. Lima tahun kemudian pemerintah bersama BI melangkah lebih lanjut dalam deregulasi perbankan dengan mengeluarkan Paket Kebijakan 27 Oktober 1988 (Pakto 88) yang menjadi titik balik dari berbagai kebijakan penertiban perbankan 1971-1972. Pakto 88 boleh dibilang adalah aturan paling liberal sepanjang sejarah Republik Indonesia di bidang perbankan. Pemberian izin usaha bank baru yang teleh diberhentikan sejak tahun 1971 dibuka kembali oleh Pakto 88. Contohnya, hanya dengan modal Rp 10 milyar maka seorang pengusaha bisa membuka bank baru. Dan kepada bank-bank asing lama dan yang baru masuk pun diijinkan membuka cabangnya di enam kota. Bahkan bentuk patungan antar bank asing dengan bank swasta nasional diizinkan. Dengan demikian, secara terang-terangan monopoli dana BUMN oleh bank-bank milik negara dihapuskan. Bahkan, beberapa bank kemudian menjadi bank devisa karena persyaratan untuk mendapat predikat itu dilonggarkan. Suatu kemudahan yang sebelumnya belum pernah dirasakan oleh dunia perbankan. Dengan berbagai kemudahan Pakto 88, meledaklah jumlah bank di Indonesia. Banyaknya jumlah bank membuat kompetisi pencarian tenaga kerja, mobilisasi dana deposito dan tabungan juga semakin sengit. Ujung-ujungnya, karena bank terus dipacu untuk mencari untung, sisi keamanan penyaluran dana terabaikan, dan akhirnya kredit macet menggunung. Salah satu ketentuan fundamental dalam Pakto 88 adalah perjanjian untuk bank devisa yang hanya mensyaratkan tingkat kesehatan dan aset bank telah mencapai minimal Rp 100 juta.
   3. Kondisi ini kemudian memunculkan Paket Februari 1991 (Paktri) yang mendorong dimulainya proses globalisasi perbankan dan berisi ketentuan yang mewajibkan bank berhati-hati dalam pengelolaannya. Salah satu tugasnya adalah berupaya mengatur pembatasan dan pemberatan persyaratan perbankan dengan mengharuskan dipenuhinya persyaratan permodalan minimal 8 persen dari kekayaan. Yang diharapkan dalam paket itu adalah akan adanya peningkatan kualitas perbankan Indonesia. Dengan mewajibkan bank-bank memenuhi aturan penilaian kesehatan bank yang mempergunakan formula kriteria tertentu, tampaknya paket itu tidak bisa menghindari kesan sebagai produk aturan yang diwarnai trauma atas terjadinya kasus kolapsnya Bank Perbankan Asia, Bank Duta, dan Bank Umum Majapahit.
   4. Setelah itu, lahir UU Perbankan baru bernomor 7 tahun 1992 yang disahkan oleh Presiden Soeharto pada 25 Maret 1992. Undang Undang itu merupakan penyempurnaan UU Nomor 14 tahun 1967. Sejak saat itu, terjadi perubahan dalam klasifikasi jenis bank, yaitu bank umum dan BPR. Intinya, UU itu menggarisbawahi soal peniadaan pemisahan perbankan berdasarkan kepemilikan. Kalau UU yang lama secara tegas menjelaskan soal pemilikan bank/pemerintah, pemerintah daerah, swasta nasional, dan asing. Mengenai perizinan, pada UU lama persyaratan mendirikan bank baru ditekankan pada permodalan dan pemilikan. Pada UU yang baru, persyaratannya meliputi berbagai unsur seperti susunan organisasi, permodalan, kepemilikan, keahlian di bidang perbankan, kelayakan kerja, dan hal-hal lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan pertimbangan Bank Indonesia. UU Perbankan 1992 juga menetapkan berbagai ketentuan tentang kehati-hatian pengelolaan bank dan pengenaan sanksi bagi pengurus bank yang melakukan tindakan sengaja yang merugikan bank, seperti tidak melakukan pencatatan dan pelaporan yang benar, serta pemberian kredit fiktif, dengan ancaman hukuman pidana. Selain itu, UU Perbankan 1992 juga member wewenang yang luas kepada bank Indonesia untuk melaksanakan fungsi pengawasan terhadap perbankan. Pada periode 1992-1993, perbankan nasional mulai menghadapi permasalahan yaitu meningkatnya kredit macet yang menimbulkan beban kerugian pada bank dan berdampak keengganan bank untuk melakukan ekspansi kredit. Selain kredit macet, yang menjadi penyebab keengganan bank dalam melakukan ekspansi kredit adalah karena ketatnya ketentuan dalam Pakfeb 1991 yang membebani perbankan.
   5. Untuk mengurangi sebagian kendala yang dihadapi perbankan dalam melakukan ekspansi kredit dan koreksi terhadap Paktri yang begitu mengekang bank, pemerintah mengeluarkan Paket 29 Mei 1993 (Pakmei). Dengan Pakmei itu, pemerintah berharap mengucurkan kredit, sehingga dunia usaha tidak lesu lagi dan industri otomotif bisa bergairah kembali. Disebutkan dalam Pakmei ini pencapaian CAR (capital adiquacy ratio) atau perimbangan antara modal sendiri dan aset sesuai dengan ketentuan adalah 8 persen. Kemudian penyempurnaan lain pada paket itu adalah ketentuan loan to deposit ratio (LDR). Berikutnya, sejak 1994 perekonomian Indonesia mengalami booming economy dengan sector property sebagai pilihan utama. Keadaan itu menjadi daya tarik bagi investor asing. Pakmei 1993 ternyata memberikan hasil pertumbuhan kredit perbankan dalam waktu yang sangat singkat dan melewati tingkat yang dapat memberikan tekanan berat pada upaya pengendalian moneter. Aturan yang terakhir diluncurkan adalah Peraturan Pemerintah (PP) No. 68 tahun 1996 yang ditanda tangani Presiden RI pada 3 Desember 1996. Belajar dari pengalaman Bank Summa, PP ini sangat menguntungkan para nasabah karena nasabah bank akan tahu persis rapor banknya. Dengan begitu, mereka bisa ancang-ancang jika suatu saat banknya sedang goyah atau bahkan nyaris pailit.
   6. Sebagai rangkaian kebijakan deregulasi dengan mengantisipasi perkembangan sebagaimana diuraikan di atas, pada 17 Desember 1990 Bank Indonesia menetapkan Pola Dasar Pengawasan dan Pembinaan Bank yang dimaksudkan untuk menyesuaikan pola pengawasan dan pembinaan bank agar tetap diarahkan untuk meningkatkan kedewasaan dan kemandirian dalam pola pikir dan sikap yang bertanggung jawab dalam mengamankan kepentingan masyarakat serta menunjang pembangunan ekonomi. Pola dasar pengawasan dan pembinaan bank harus dikembangkan sebagai konsep yang terintegrasi dengan dunia perbankan dan pihak-pihak lain yang terkait.

Sebagai industri yang paling banyak diatur dalam UU, perbankan adalah salah satu industri paling rentan dan palng vital karena perekonomian bangsa tergantung dari kesehatan industri perbankan itu sendiri. Deregulasi adalah salah satu cara untuk menjaga stabilitas bank.

Sumber:
http://claudiapaskah.wordpress.com/2010/10/11/paket-deregulasi-perbankan/

Peranan Bank Indonesia dalam Perbankan

Pada Bab II Pasal 4 point 1 UU Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, dikatakan bahwa Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia.

Fungsi dan Peranan Bank Secara Umum

Fungsi Bank Secara Umum

1. Penghimpun dana: Untuk menjalankan fungsinya sebagai penghimpun dana maka bank memiliki beberapa sumber yang secara garis besar ada tiga sumber, yaitu:
a. Dana yang bersumber dari bank sendiri yang berupa setoran modal waktu pendirian.
b. Dana yang berasal dari masyarakat luas yang dikumpulkan melalui usaha perbankan seperti usaha simpanan giro, deposito dan tabanas.
c. Dana yang bersumber dari Lembaga Keuangan yang diperoleh dari pinjaman dana yang berupa Kredit Likuiditas dan Call Money (dana yang sewaktu-waktu dapat ditarik oleh bank yang meminjam)

Sifat Industri Perbankan

Dua sifat khusus industri perbankan adalah sebagai berikut.

1. Sebagai salah satu subsistem industri jasa keuangan. Bank disebut sebagai jantung atau motor penggerak roda perekonomian suatu negara, salah satu leading indikator kestabilan tingkat perekonomian suatu negara. Jika perbankan mengalami keterpurukan hal ini akan terjadi indikator perekonomian negara ybs. sedang sakit.
2. Industri perbankan adalah suatu industri yang sangat bertumpu kepada kepercayaan masyarakat. Kepercayaan masyarakat adalah kepercayaan yang segala-galanya bagi bank.

Adanya dua sifat khusus tersebut menjadikan industri perbankan adalah industri yang sangat banyak diatur oleh pemerintah. Revisi serta penegakannya harus dilakukan sangat hati-hati dengan memperhatikan akibat ekonomi dan fungsi perbankan dalam perekonomian negara serta kepercayaan kepada masyarakat yang harus dijaga.

Dalam hal ini masyarakat membantu industri perbankan agar tetap berjalan sebagaimana mestinya. Peran masyarakat di sini bisa berupa membantu perputaran uang serta mengawasinya, bersama dengan bank menstabilkan roda perekonomian negara, serta membantu menjaga kredibilitas industri perbankan itu sendiri.

Sumber:
http://grabag-grubug.blogspot.com/2011/03/bank-dan-perbankan.html

Selasa, 22 April 2014

Pengertian dan Jenis-jenis Bank

Asal dari kata bank adalah dari bahasa Italia yaitu banca yang berarti tempat penukaran uang. Secara umum pengertian bank adalah sebuah lembaga intermediasi keuangan yang umumnya didirikan dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan menerbitkan promes atau yang dikenal sebagai banknote.

Kamis, 02 Januari 2014

Analisis DFD Springer

Berikut adalah DFD yang menunjukkan sebuah aliran data pada struktur aplikasi dengan tekanan hardware yang dikurangi. DFD ini diambil dari jurnal berjudul "Optimizing the H.264/AVC Video Encoder Application Structure for Reconfigurable and Application-Specific Platforms".

Selasa, 24 Desember 2013

Cara Membuat DFD

Data Flow Diagram atau DFD merupakan gambaran suatu sistem yang telah ada atau sistem baru yang dikembangkan secara logika tanpa mempertimbangkan lingkungan fisik di mana data tersebut mengalir. Dengan adanya Data Flow Diagram maka pemakai sistem yang kurang memahami bidang komputer dapat mengerti sistem yang sedang berjalan.